Hari
itu seharusnya menjadi hari paling berbahagia baginya. Penantian selama delapan
tahun. Suatu acara sakral yang dulu ia idam-idamkan berubah menjadi pertanyaan
besar dalam dirinya. Benarkah ia akan melangsungkan acara itu, seketika
perasaan bimbang menyelimuti dikala ia dalam riasan pengantin. Sejak 1th
terakhir ia menjalin hubungan dg seorang laki-laki. Cintanya pada kekasih yg ia
pacari selama 8th semakin lama semakin memudar. Entah siapa yang salah. Dari
pengakuannya, kekasihnya tidak memperlakukan semanis selingkuhannya.
Pernikahanpun digelar.. semua berlangsung dg lancar. Ada kebahagiaan, pesta,
dan tawa dalam sandiwara.. siapa yang menyangka hingga malam pertamanya pun ia
masih teringat dg selingkuhannya. Pernikahan yg suci dan sakral. Begitu banyak
orang membayangkan pernikahan terindah bersama orang yang ia cintai, yang
selalu ada dalam suka maupun duka, terlupakan karena rasa takut usianya akan
lapuk dimakan masa. Bagaimana bisa kita mengahabiskan waktu dg seseorang atas
dasar kewajiban ? lalu definisi pernikahan macam apa menurutnya? Mungkin memang
benar tidak semua orang bisa hidup bersama dg cinta sejatinya. Tapi akan lebih
bahagia jika kita bisa menjadikan pasangan kita sebagai cinta sejati.. jika
memang ia tak bisa memutuskan menikah dg orang yang ia anggap cintai saat itu,
bukankah akan lebih baik mencari cara bagaimana mengembalikan rasa seperti dulu
kala saat ia masih mengidamkannya bersama suaminya ? bukan sibuk memikirkan
bagaimana kelanjutan hubungan dengan selingkuhannya..? jika memang tidak berani
mengambil keputusan dg siapa kita akan menghabiskan sisa umur kita, membangun
keluarga kecil bersamanya.. bukankah akan lebih berbahagia jika ia menerima
takdir. Menjalani dengan tulus... bukan mencari pembelaaan agar tetap bersikap
sekedar menjalankan kewajiban. Sebelum terlalu jauh, kembalilah ... carilah
jalan, untuk menemui suamimu.. sebelum kau terlalu jauh tersesat dan sebelum
kau katakan, maaf suamiku aku mencintainya..
No comments:
Post a Comment